(The Wonderfull World)

gr

.

RSS

AL-FARUQI DAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


‘Al-Faruqi dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan’. 
Biografi
Ismail Raji al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina. Ia memulai pendidikannya di College de Freres Libanon, dan pada tahun 1941 melanjutkan pendidikannya ke America University, Beirut, mengambil jurusan Filsafat.
Dan pada universitas ini lah ia mendapatkan gelar sarjananya pada usia 20 tahun, setelah itu dia bekerja sebagai pegawai pemerintahan Palestina dibawah mandat Inggris selama empat tahun dan ia juga pernah menjadi gubernur di daerah Galilie yang kemudian jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1947. Setelah kejadian tersebut, tahun berikutnya Al-Faruqi memutuskan pindah ke Amerika Serikat dan melanjutkan studinya di sana.
Setahun di Amerika, al-Faruqi melanjutkan studinya di Universitas Indiana sampai meraih gelar master dalam bidang filsafat, tahun 1949. Dua tahun kemudian ia meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama dari Universitas Harvard. Puncaknya, tahun 1952, al-Faruqi meraih gelar doktor dari Universitas Indiana, dengan disertasi berjudul On Justifying the Gold: Metaphysic and Epistemology of Value (tentang pembenaran Tuhan, Metafisika dan Epistemologi Nilai). Setelah mencapai semuanya ia belum merasa puas sehingga ia pergi ke Mesir untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sekembalinya dari Mesir tahun 1959, al-Faruqi mengajar di McGill, Montreal, Kanada, seraya mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Namun, dua tahun kemudian,1961, ia pindah ke karachi, Pakistan, untuk mengambil bagian dari kegiatan Central Institute for Islamic Research (CIIR) dan jurnalnya, Islamic Studies. Dua tahun di Pakistan, tahun 1963, Al-Faruqi kembali ke Amerika dan mengajar di School of Devinity, Universitas Chicago, sambil melakukan kajian keislaman di Universitas Syracuse, New York. Selanjutnya tahun 1968, ia pindah dan menjadi guru besar pemikiran dan kebudayaan Islam pada Temple University, Philadelphia. Di sini ia mendirikan departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya hingga akhir hayatnya pada tanggal 27 Mei 1986.
Di samping kontribusinya yang besar dalam memperkenalkan studi-studi keislaman di berbagai perguruan tinggi di Amerika dan proyeknya yang terkenal, ‘Islamisasi Ilmu Pengetahuan’, al-Faruqi juga aktif dalam gerakan-gerakan keeislaman dan keagamaan. Bersama istrinya, Dr. Louis Lamya, ia membentuk kelompok-kelompok kajian Islam, seperti Muslem Student Association (MSA), mendirikan Himpunan Ilmu Sosial Muslim (The Association of Muslem Social Scientist-AMSS), The international Institue of Islamic Thought (IIIT).
Latar Belakang Islamisasi
Kita sudah mengetahui bahwa, Barat telah mengalami kemajuan pesat terutama pada Sains Modern dan kemajuan tersebut selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif yang tak kalah mengerikan. Menurut al-Faruqi, akibat dari paradigma yang sekuler, pengetahuan modern menjadi kering, bahkan terpisah sama sekali dengan nilai-nilai Tauhid.
Pemisahan diri dari nilai-nilai Tauhid tersebut menyebabkan beberapa akibat negatif, di antaranya:
1.      Dalam aplikasinya, sains modern melihat alam beserta hukum dan polanya, termasuk manusia sendiri, hanya secara material dan insidental yang eksis tanpa intervensi Tuhan. Karena itu manusia dapat mengambil dan mengeksploitasi kekayaan alam dengan tanpa perhitungan.
2.      Secara metodologis, sains modern ini, termasuk ilmu-ilmu sosial, tidak bisa diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat Muslim yang mempunyai pandangan hidup berbeda dari Barat.
Sementara itu, keilmuan Islam sendiri yang dianggap bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa mempedulikan pentingnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu kealaman yang dianggap sekuler. Demi menjaga identitas keislaman dalam persaingan budaya global, para ilmuan muslim bersikap defensif dengan mengambil posisi konservatif-statis, yakni dengan melarang segala bentuk inovasi dan mengedepankan ketaatan fanatik terhadap syariah (fiqh produk abad pertengahan). Mereka menganggap fiqh adalah hasil karya yang fixed dan paripurna, sehingga segala perubahan dan pembaharuan adalah penyimpangan dan setiap penyimpangan adalah terkutuk, sesat dan bid’ah. Mereka melupakan sumber utama kreatifitas, yakni ijtihad, bahkan mencanangkan ketertutupannya.
Melihat sikap keilmuan kaum muslimin tersebut, pada akhirnya menimbulkan pemisahan wahyu dari akal, pemisahan pemikiran dari aksi dan pemisahan pemikiran dari kultur, bahkan menimbulkan stagnansi keilmuan di kalangan mereka. Artinya dampak negatif yang terjadi dalam model keilmuan islam sendiri tidak kalah membahayaknnya dibanding apa yang ada dalam sains Barat.
Berdasarkan realitas seperti itu, menurut al-Faruqi, tidak ada cara lain untuk membangkitkan Islam dan menolong nestapa dunia, kecuali dengan mengkaji kembali kultur keilmuan Islam masa lalu, masa kini keilmuan Barat, utnuk kemudian mengolahnya menjadi keilmuan yang Rahmatan li al-alamin, melalui apa yang disebut ‘islamisasi ilmu’ yang kemudian disosialisasikan lewat sistem pendidikan Islam yang integral.
Prinsip Dasar Islamisasi
Al-faruqi, mendasarkan Prinsip Islamisasi ilmu pengetahuan pada prinsip tauhid yang terdiri dari lima macam kesatuan, yaitu:
1.      Keesaan Tuhan, bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang menciptakan dan memelihara semesta ini. Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dari Realitas absolut (Tuhan), melainkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi Tuhan. Karena itu islamisasi pengetahuan pada kondisi analisa dan sintesa tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum Tuhan.
2.      Kesatuan ciptaan, semesta ini baik yang material, psikhis, spasial (ruang), biologis, sosial maupun estetis, adalah kesatuan yang integral. Kaitannya dengan islamisasi ilmu, maka setiap penelitian dan usaha pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi dari keimanan dan realisasi ibadah kepada-Nya. Ini berbeda dengan prinsip keilmuan barat yang sudah tidak berterima kasih pada Tuhan, dan memisahkan ilmu pengetahuan dari prinsip teologis dan agama.
3.      Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kebenaran bersumber pada realitas, dan jika semua realitas berasal dari sumber yang sama, Tuhan, maka kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Al-Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran sebagai berikut:
·         Bahwa berdasarkan wahyu, kita tidak boleh membuat klaim yang paradoksal dengan realitas. Statemen yang diajarkan wahyu pasti benar dan harus berhubungan dan sesuai dengan realitas.
·         Bahwa dengan tidak adanya kontradiksi antara nalar dan wahyu, berarti tidak satu pun kontradiksi antara realitas dan wahyu yang tidak terpecahkan.
·         Bahwa pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagiannya tidak akan pernah berakhir, karena pola-pola Tuhan tidak terhingga.
4.      Kesatuan hidup, menurut al-Faruqi, kehendak Tuhan terdiri atas dua macam. Yaitu pertama, berupa hukum alam (dengan segala regularitas yang memungkinkan untuk diteliti dan diamati. Kedua, berupa hukum moral yang harus dipatuhi, agama. Keduahukum ini berjalan bersamaan dalam kepribadian muslim, sehingga tidak ada pemisahan antara yang bersifat spiritual dan material.
5.      Keatan manusia, tata sosial, menurut ak-Faruqi, adalah universal, mencakup selurh umat manusia tanpa terkecuali. Kaitannya dengan islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengajarkan bahwa setiap pengembangan ilmu harus berdasar dan bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan, bukan hanya kepentingan golongan, ras, etnis tertentu.
Tujuan dan Langkah Kerja
Tujuan-tujuan dari rencana kerja islamisasi pengetahuan yang telah kita bicarakan, adalah sebagai berikut:
·         Penguasaan disiplin ilmu modern.
·         Penguasaan khazanah Islam.
·         Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu kedokteran.
·         Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan Ilmu modern.
·         Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, Al-Faruqi menyusun 12  langkah untuk ditempuh, di antaranya adalah:
1.      Penguasaan disiplin ilmu Modern: Penguraian Kategoris
Dalam langkah awal ini, disiplin-disiplin Ilmu dalam tingkat Kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema.
2.      Survei Disiplin Ilmu
Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu harus di survei dan esai-esai harus ditulis dalam bentuk bagn mengenai asal-usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologinya, perluasan cakrawala wawasannya, dan tak lupa sumbangan-sumbangan pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya.
3.      Penguasaan Khazanah Islam: Sebuah Antologi
Pada tahap ini, perlu dicari sampai sejauh mana khazanah islam menyentuh dan membahas objek disiplin ilmu modern tertentu. Hal ini dilakukan agar dapat ditemukan kriteria relevansi di antara khazanah Barat dan Islam, ini penting karena banyak ilmuan muslim didikan Barat tidak mengenal Khazanah Islam sendiri.
4.      Penguasaan Khazanah Ilmiah Islam Tahap Analisa
Pada tahap ini diadakan analisis terhadap khazanah Islam dengan latar belakang historis dan kaitannya dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Analisa historis ini dapat memperjelas berbagai wilayah wawasan Islam itu sendiri. Namun, analisa ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, harus dibuat daftar urut prioritas, dan yang paling penting bahwa prinsip-prinsip pokok, masalah-masalah pokok dan tema-tema abadi, yakni tajuk-tajuk yang mempunyai kemungkinan relevansi kepada permasalahan masa kini harus menjadi sasaran strategi penelitian dan pendidikan Islam.
5.      Penentuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin-disiplin Ilmu
Hakikat disiplin ilmu modern beserta metode dasar, prinsip, problema, tujuan, hasil capaian dan segala keterbatasannya, semua dikaitkan dengan khazanah Islam. Begitu pula relevansi-relevansi khazanah Islam spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logis dari sumbangan mereka.
6.      Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Keilmuan Modern dan Tingkat Perkembangannya di Masa Kini.
Setelah mendeskripsikan dan menganalisis berbagai sisi dan relevansi antara khazanah Islam dan Barat, sekarang melakukan analisis kritis terhadap masing-masing ilmu dilihat dari sudut Islam. Semua analisis kritik tersebut harus terkumpul dalam bentuk laporan mengenai tingkat perkembangan disiplin ilmu modern dilihat dari perspektif Islam.
7.      Penilaian Kritis Terhadap Khazanah Islam: Tingkat Perkembangannya Dewasa Ini
Yang dimaksud khazanah Islam pertama adalah Al-Qur’an dan Sunnah, ini bukan sasaran kritik atau penilaian. Transendensi Al-Qur’an dan sifat normatif Sunnah bukanlah suatu hal yang harus diperdebatkan, tetapi pemahaman Muslim mengenai kesuanya dapat dipertanyakan bahkan ia harus selalu di kritik berdasarkan prinsip-prinsip dari kedua sumber tersebut.
8.      Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Islam
Langkah berikutnya adalah melakukan survei terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat islam. Untuk bisa mengidentifikasi semuanya dibutuhkan survei empiris dan analisa kritis secara konprehensif.
9.      Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Manusia
Pada tahap ini pemikir-pemikir Islam melakukan survei terhadap masalah yang dihadapi oleh umat manusia seperti, masalah sosial (alkohol, pemerkosaan, penindasan). Setelah itu para pemikir islam dituntut unruk membuat penyelesaiannya sesuai dengan Islam dan membawanya kepada kesejahteraan pada umat islam maupn umat manusia.
10.  Analisa Kreatif dan Sintesa
Setelah melakukan semua langkah diatas, maka harus ada sintesa kreatif yang harus dicetuskan diantara ilmu-ilmu tradisional dan disiplin-disiplin ilmu modern untuk dapat mendobrak kemandegan selama beberapa abad terakhir.
11.  Penuangan Kembali Ilmu Modern kepada Kerangka Islam, Buku-buku Daras Tingkat Universitas
Berdasarkan wawasan-wawasan baru tentang makna Islam serta pilihan-pilihan kreatif bagi realisasi makna tersebut, maka ditulislah buku-buku daras untuk perguruan tinggi, dalam semua bidang ilmu.
12.  Penyebaran Ilmu-ilmu yang Telah Diislamisasikan
Setelah semuanya ditulis dan dibukukan, tahap selanjutnya dan yang terakhir adalag pendistribusian karya tersebut ke masyarakat Islam. Sebab karya-karya yang berharga tersebut  tidak akan pernah berarti jika hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu dan kalangan terbatas.
Penutup
Dengan latar belakang pembentukan Islamisasi Pengetahuan yang dilakukan oleh Al-Faruqi, yang disebabkan karena para pemikir Barat yang terlalu mengesampingkan nilai-nilai tauhid, bukan hanya mengesampingkan tapi juga menghilangkannya dan para pemikir muslim kini yang terlalu memegang teguh syari’at dan menolak perkembangan modern. Melihat hal itu Al-Faruqi ingin memadukan keduanya agak berjalan beriringan dan salah satu cara yang ditempuhnya adalah dengan membuat ‘Islamisasi Ilmu Pengetahuan’.

Daftar Pustaka
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1995. Islamisasi Pengetahuan. Bandung; Penerbit Pustaka.
Sholeh, A. Khudori. 2012. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Saran dan Kritik Anda