(The Wonderfull World)

gr

.

RSS

KODIKOLOGI DAN PALEOGRAFI



Resume pertama ini, saya ingin menjelaskan sebenarnya apa yang dimaksud dengan kodikologi dan paleografi itu.

Kodikologi (codicology) berasal dari kata lain Codex yang berarti buku dan Logie yang artinya ilmu, jadi kodikologi adalah cabang ilmu yang meneliti buku tulisan tangan (naskah). Dalam bahasa Indonesia kodikologi juga dikenal dengan sebutan Ilmu Pernaskahan, dengan batasan ilmu ini meneliti semua aspek naskah, antara lain: umur, bahan, tempat penulisan dan perkiraan penulisan.[1] Secara umum, kodikologi dapat dipahami sebagai kajian terhadap buku, terutama pada era setelah mesin cetak ditemukan, kata kodeks sendiri telah di gunakan untuk merujuk pada sebuah buku. Akan tetapi, kodeks yang dimaksud dalam konteks pernaskahan adalah naskah kuno tulisan tangan (manuscript) yang menjadi objek utama kajian filologi.[2]
Kendati objek kajian kodikologi mengandung teks, tapi fokus utama kodikologi itu sendiri adalah fisik naskahnya dan tidak terkait dengan teks yang terkandung didalamnya. Untuk itulah terkadang kodikologi juga dapat disebut ‘arkeologi naskah’.
Cakupan kodikologi pada dasarnya cukup luas sehingga memungkinkan para peneliti naskah untuk secara tersendiri melakukan kajian kodikologis tanpa selalu harus masuk pada kajian teks nya itu secara langsung. Di antara kajian kodikologi tersebut adalah berkaitan dengan teknik penjilidan naskah, bahan yang digunakan untuk pembuatan naskah (seperti papirus, kertas eropa, dluwang, lontar, bambu, perkamen, tanah karas, pudak, dan lain-lain). Teknologi peracikan tinta, marginalia, iluminasi, sejarah dan asal usul naskah, skriptorium naskah, perdagangan naskah, fungsi sosial naskah, upaya dokumentasi atau katalogisasi naskah, tentang penyalin naskah yang bekerja memproduksi naskah dalam jumlah besar dan lain-lain.[3]
Adapun paleografi beraasal dari kata Yunani  yaitu palaios yang berarti kuno, dan grafein ‘menulis’. Ilmu ini menurut Van der Molen mempelajari bentuk tulisan, dengan tugas pokok meneliti sejarah tulisa; melukiskan dan menerangkan perubahan bentuk tulisan dari masa ke masa.[4] Kaitannya dengan Filologi kajian paleografi atas sebuah teks yang dikaji seyogyanya dilakukan terlebih dahulu sebelum seorang pengkaji naskah memaknai dan manafsir teks tersebut. Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan aksara dalam teks yang dikaji hendaknya dipahami dan dijelaskan terlebh dahulu kecuali sang peneliti menganggap tidak ada hal penting yang perlu dibahas secara khusus.[5]
Seperti kita ketahui kodikologi atau ilmu pernaskahan ingin menjaring, “ingin mempelajari seluk beluk semua aspek naskah, antara lain bahan, umur, tempat tulisan, dan perkiraan penulisan naskah. Maka dalam dalam tulisan Sri Wulan Rujiati M yang berjudul Daftar, Katalogus dan Deskripsi Naskah Melayu, dia menjelaskan bagaimana mendeskripsikan naskah dari awal sampai akhir, yang diambil dari katalogus-katalogus “Manuscript Descriptiom” Russell Jones, yaitu:
a.       Judul naskah
Kalau judul naksah tidak terdapat pada halaman-halaman sebelum teks atau di atas teks, kita wajib memberi judul sendiri (dapat ditulis di antara dua tanda petik atau diantara dua tanda kurung siku: “....” , [....].
b.      Tempat penyimpanan naskah
Tempat penyimpanan ini dapat berupa nama lembaga (yayasan, museum, perpustakaan, dan lain-lain).
c.       Nomor naskah
Kalau dijumpai nomor naskah yang lebih dari satu, hendaknya kedua-duanya didaftarkan; lebih dahulu nomor baru dan disusul oleh nomor lama diantara kurung. Kalau di dalam naskah ada beberapa teks, pendataannya diberi huruf kapital dibelakang nomor naskah seperti naskah nomor 2 A, 2 B, dan seterusnya.
d.      Ukuran halaman
Pengukuran dimulai dari lipatan halaman atau panjang halaman baru kemudian lebar halaman.
e.       Jumlah halaman
Penghitungan halaman lebih banyak dipakai dibanding jumlah menurut lembar, sebaiknya, kita juga menghitung jumlah halaman kosong baik sebelum, di tengah ataupun sesudah teks.
f.       Jumlah baris
Ialah jumlah baris rata-rata.
g.      Panjang baris
Bagian yang diukur ialah baris yang terpanjang.
h.      Huruf
Tulisan naskah yang dipakai di dalam berbagai naskah indonesia biasanya ialah huruf Arab, berbagai huruf daerah, atau huruf Latin.
i.        Bahasa
Bahasa yang digunakan di dalam teks
j.        Kertas
Gambaran  kertas: tebal, tipis, agak coklat, putih, kekunng-kuningan, dan lain-lain.
k.      Cap kertas
Semua cap kertas hendaknya didaftarkan, buku acuan mengenai cap kertas misalnya diklarifikasikan oleh Churchill (1935). Sebagai penjelasan tentu saja gambaran mengenai cap kertas dapat dibumbuhkan di belakang penyebutan itu.
l.        Garis tebal dan tipis
Di dalam usaha mencari cap kertas biasanya tampak dua macam garis, yaitu garis tebal dan garis tipis.
m.    Kuras
Ialah istilah untuh menyebut sejumlah lembar kertas yang dilipat dua dan dijahit tengah dengan benang, bentuknya seperti buku. Kuras ini juga dapat untuk menyatakan jumlah halaman.
n.      Panduan
o.      Pengarang, Penyalin, Tempat, dan Tanggal penulisan Naskah
Nama penulis atau penyalin, tempat, dan tanggal penulisan biasanya dapat dicari pada kolofon naskah, yaitu catatan tambahanyang terdapat sesudah teks selesai.
p.      Keadaan naskah
Keadaan atau kondisi naskah sebaiknya juga di utarakan.
q.      Pemilik naskah
Catatan mengenai siapa yang pernah memiliki naskah mungkin dapat diperoleh di luar teks; kadang-kadang terdapat pada halaman-halaman depan, kadang-kadang sesudah teks. Selain itu, informasi yang ditemukan diluar naskah juga membantu untuk memperkirakan umur naksah andaikata tidak ada penyebutan tahun di dalam kolofon.
r.        Pemeroleh naskah
Pemerolehan naskah mungkin dicatat oleh orang yang pernah memiliki naskah sebelum suatu naskah menjadi milik suatu lembaga.
s.       Gambar dan ilustrasi
t.        Isi naskah
u.      Catatan lain
Dapat berupa: tulisan-tulisan yang pernah membicarakan naskah maupun teks yang bersangkutan, naskah-naskah sejudul yang tersimpan ditempat-tempat lain, sudah ada mokrofilm maupun mikrofis, halaman-halaman yang akan di foto.
Untuk lebih menjelaskan bagaimana cara mendeskripsikan sebuah naskah ini saya mengambil contoh dari tulisan Titik Pujiastuti yang berjudul Naskah dan Studi Naskah, yang berada pada bab 2 tentang beberapa catatan pada codex or. 3122 atau Mal. 660.
Codex Or. 3122 atau Mal. 660 ini pada mulanya adalah koleksi naskah milik C. Poensen, kemudian pada tahun1890 diserahkan ke Universitas Bibliotheek Leiden (UBL), selain itu Codex Or. 3122 atau Mal. 660 merupakan kumpulan dari sejumlah naskah yang diberi judul naskah A, B, C, D, E, dan F. Kondisi naskahnya berbeda-beda, tapi saya hanya akan mengambil contoh pada Naskah A saja, yaitu:
Naskah A
·         Ukuran naskah: 17x10,5 cm
·         Kerangka baca: 10,5x10 cm. Jarak tulisan dengan margin atas kurang lebih 1 cm
·         Kuras: satu kuras, quaternio yang dijahit tengahnya dengan seutas benang warna putih. Kim pada halaman ketiga dan terakhir. Khususnya pada halaman ketiga tampak kertasnya seperti di robek karena pada sisa kertas yang tertinggal masih terlihat sederet huruf-hurufnya.
·         Tebal naskah: 6 (enam) halaman.
·         Jumlah baris: 11 (sebelas) baris per halaman. Pada halaman dua verso (halaman yang dibalik) terdapat sebaris huruf yang dituliskan secara vertikal di magin kanan, tetapi huruf-huruf tersebut nyaris tidak terbaca lagi.
·         Alas naskah: kertas eropa dari jenis yang cukup tebal, terlihat bayang garis halus, bayang garis tebal dan sebagian cap air pada margin bawahnya.
·         Cap air: dari gambar cap kertas yang hanya terlihat sebagian (di margin bawah halaman 4 dan 5) tampak seekor singa bermahkota yang berdiri menghadap ke arah kanan dengan satu kaki memegang pedang. Singa tersebut berada dalam lingkaran yang di kelilingi tulisan dengan huruf latin kapital, di sebelah kiri dari arah bawah/; UNT. Dan di sebelah kanan dari atas CONC. Di atas kepala singa, menempel pada lingkaran, terdapat gambar mahkota. Pada halaman dua juga terlihat sebagian gambar cap, agaknya merupakan bagian bawah dari gambar cap diatas. Terlihat gambar salah satu kaki singa dengan posisi berdiri dan huruf dalam lingkaran, di sebelah kiri: CRESC dan di sebelah bawah: RVAE.
Setelah dicocokan dengan daftar cap kertas yang disusun oleh Churchill, watermark in paper (1985), gambar ini agak mirip dengan contoh no. 185 (termasuk dalam kelompok lions/Concordia). Dalam contoh tergambar seekor singa bermahkota yang berdiri menghadap ke kanan, dengan satu kaki memegang pedang, singa tersebut berada dalam lingkaran yang sekelilingnyaada tulisan huruf latin kapital: (sebelah kiri dari arah bawah) CRESCUNT, (sebelah kanan dari atas) CONCORDIA dan (sebelah bawah) RESPARVAE. Menurut Churchill kertas bercap seperti ini merupakan kertas yang di produksi Firma Van Der Ley. Dalam contoh, firma tersebut memakai inisial berbentuk monogram V D L. Dari informasi voorn diketahui gambar cap berupa singa berdiri merupakan variasi baru populer di daerah Belanda Utara pada paruh pertama abad sembilan belas.
·         Alat tulis: pensil
·         Bahasa: Jawa
·         Tulisan
ü  Aksara: jawa dalam ukuran kecil dengan gaya kursif
ü  Ciri khusus tulisan
ü  Suku: bentuknya runcing dan panjang ke bawah. Garis dibuat dengan meneruskan dasar aksara memanjang ke arah bawah. Setelah membentuk ujung yang runcing, garis terus naik ke atas melebihi tinggi aksaranya dengan posisi miring ke kanan. Tekanan alat pada waktu membentuk garis turun tidak terlalu kuat sehingga garis yang dihasilkan tipis, tetapi garis naik dibuat dengan menekan alat lebih kuat sehingga menjadi tebal. Pada aksara jawa baku (JB) suku tidak terlalu panjang ke bawah, garis turun dilakukan dengan menekan alat lebih kuat sehingga dihasilkan garis yang lebih tebal daripada garis naik, dan akhir garis hanya pada garis dasar aksara saja.
ü  Isi teks: berdasarkan informasi yang di peroleh dari katalog Juynboll diketahui isinya adalah doa Sleman.
Jadi dapat disimpulkan, Kodikologi dan paleografi adalah salah satu alat bantu dalam filologi yang menjadi kajian tersendiri untuk seseorang yang ingin mengkaji sebuah naskah. Dan antara kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan dari filologi karena selain teks dalam naskah juga terdapat komponen yang lain yang patut diperhatikan, yaitu yang berkaitan dengan fisik naskah, berbagai informasi tentang fisik naskah ini berguna untuk menjadikan penelitian naskah menjadi utuh.
Daftar Pustaka
Oman Fathurahman, dkk. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor; AKADEMIA
Pudjiastuti, Titik. 2010. Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta; Puslitbang Lektur Keagamaan
Rujiati, Sri Wulan. 1994. Daftar, Katalogus, dan Deskripsi Naskah Melayu. Jakarta; ....


[1] Titik Pudjiastuti, Naskah dan Studi Naskah, AKADEMIA, Bogor, 2006, hal. 10
[2] Oman Fathurahman, dkk, Filologi dan Islam Indonesia, Puslitbang lektur keagamaan, Jakara, 2010, hal. 47 (ebook)
[3] Ibid hal 49
[4]Titik Pudjiastuti, Loc Cit hal 10
[5] Oman Fathurahman, Loc Cit, hal 49

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Saran dan Kritik Anda